PSYCHIC DETECTIVE YAKUMO: Connected Feelings #3
Diposting oleh :
Unknown | Dirilis :
04.26 | Series :
Novel Misteri
Haruka, yang
baru saja selesai latihan klub orkestra, segera memasukkan seruling
kesayangannya ke dalam kotak dan keluar meninggalkan ruang musik.
Setelah
menolak ajakan temannya untuk makan bersama, Haruka berjalan menuju gedung prefab berlantai dua yang terletak di
belakang Gedung B. Pada setiap lantainya terdapat sepuluh ruangan kecil yang
disewakan pihak universitas sebagai tempat kegiatan klub.
Haruka
berjalan menuju ruangan paling ujung di lantai satu. Pada pintunya tertempel
papan bertuliskan “Asosiasi Peneliti Film,” tetapi itu hanya nama belaka. Sama
sekali tak ada kegiatan klub di sana. Hanya seorang laki-laki eksentrik bernama
Yakumo Saitou yang menempati ruangan itu. Entah bagaimana, orang itu berhasil
menipu pihak universitas dan tinggal di sana. Walaupun biasanya disembunyikan
dengan kontak lens hitam, sebenarnya mata kiri Yakumo berwarna merah dan dapat
melihat roh orang yang telah meninggal dunia.
Haruka pertama
kali bertemu Yakumo sekitar setahun yang lalu. Mereka berkenalan ketika Haruka
ingin menolong temannya, Miki, yang kerasukan roh. Tiap kali mereka bertemu,
Yakumo selalu mengejeknya, “Kau kurang kerjaan, ya?” atau “Kau bodoh, ya?”.
Walaupun begitu, bagi Haruka, bersama dengan Yakumo merupakan hal yang sewajar
menonton TV bersama keluarganya, hal yang membuatnya merasa nyaman.
Mungkin karena
haruka bisa menjadi dirinya apa adanya.
Meskipun
begitu, kenapa begini?
Saat ini,
berdiri di depan pintu, jantung Haruka berdebar cepat. Kedua tangannya terkepal
dan berkeringat. Kenapa ia menjadi tegang saat hendak menemui Yakumo? Padahal
ini bukan sesuatu yang sulit. Ia cukup berkata, “Aku akan tampil di konser.
Kalau kau ada waktu, datang nonton, ya!” Toh,
Yakumo paling akan berkata, “Ogah!” dan topik ini pun akan berakhir begitu
saja.
Haruka sadar
kalau dirinya tegang karena menaruh harapan kepada Yakumo. Lantas, kenapa
mengajaknya kalau sudah tahu akan ditolak? Ia sendiri tak tahu jawabannya.
Justru akan aneh kalau sejak awal ia sudah berpikir begitu.
Lagi pula, memangnya kenapa kalau Yakumo
datang ke konser? Terserahlah!
Haruka
menyingkirkan dengan paksa pikiran-pikirannya yang saling bertentangan, lalu
membuka pintu.
Yakumo ada di
sana.
Ia duduk di
kursi favoritnya dengan mata mengantuk dan rambut acak-acakan seperti biasa. Ia
mengenakan down jacket padahal sedang
berada di dalam ruangan, dan badannya gemetaran.
Kenapa tidak beli pemanas ruangan saja, sih?
Pikir Haruka.
Namun, ia tak
mengutarakannya. Karena Yakumo pasti akan membalas, “Kalau begitu, kenapa kau
tidak membelikannya untukku?”
“H, hei.”
Setelah
berusaha memberi salam dengan suara ceria, Haruka duduk di kursi seberang
Yakumo.
Yakumo
merespons dengan menaikkan alis kirinya. Raut mukanya tampak kurang senang,
seperti kucing yang tidur siangnya diganggu.
“Iya, iya. Aku
memang orang kurang kerjaan, kok,” ucap Haruka sebelum Yakumo sempat berkata
apa-apa.
Bagaimana? Kaget? Setelah setahun
mengenalmu, tentu saja aku bisa tahu apa yang ingin kau katakan!
Yakumo
menggaruk-garuk kepala dengan sebal, kemudian menopang dagu dan melemparkan
pandangan ke samping. Seperti kesal karena kalimatnya dicuri.
“Jadi hari ini
ada masalah apa?” tanya Yakumo sambil menguap lebar.
“Berhenti
menganggap seolah-olah aku pembuat masalah begitu, dong!”
Yakumo
melebarkan kedua tangannya dengan berlebihan dan menggelengkan kepala. “Kau
kira sudah berapa kali kau datang dan membawa masalah ke tempatku?”
“Itu... aku
memang beberapa kali meminta tolong, sih...”
“Lima kali
dalam setahun. Ingat? Bahkan, Michael Jackson pun tidak menggemparkan dunia
sampai segitu banyaknya. Kalau tidak memanggilmu pembuat masalah, lalu siapa
lagi yang harus kusebut pembuat masalah?” Yakumo tersenyum menyeringai penuh
kemenangan.
“Asal kau tahu
saja, kali ini aku datang bukan karena ada masalah.” Haruka tanpa sadar menjadi
kesal.
“Kalau bukan
masalah, terus apa yang kau sembunyikan?”
Insting Yakumo
memang tajam.
“A, aku tidak
menyembunyikan apa-apa, kok... Kenapa kau berpikir begitu?”
“Membalas
pertanyaan dengan pertanyaan itu melanggar aturan.”
“Memangnya kau
bisa berkata begitu? Itu jurus andalanmu, kan.”
Pipi Yakumo
berkedut dan wajahnya menjadi tidak senang.
“Aku sudah
pernah bilang, saat kau masuk ke ruangan ini dan berkata, ‘Hei’, dengan suara
riang, biasanya pasti karena kau membawa masalah.”
“Karena merasa
bersalah, kau jadi memaksakan diri supaya terdengar ceria.”
Merasa bersalah? Apa maksudnya?
Ucapan Yakumo
itu membuat Haruka semakin kesal.
“Aku tidak
merasa bersalah, tuh!”
“Kalau begitu,
untuk apa kau kemari?”
“Aku hanya
berpikir, siapa tahu kau mau datang ke konser kalau senggang!” Haruka langsung
menuturkannya karena emosi.
“Konser?
Konser siapa?” Yakumo mengerutkan alisnya dengan wajah masam, seolah sedang
menghadapi misteri yang tak terpecahkan.
“Konseku.”
“Konsermu?”
“Aku belum
pernah bilang, ya? Aku anggota klub orkestra.”
“Aku tahu itu.
Tapi, aku tidak mengerti...”
Yakumo
menyilangkan tangannya seperti sedang berpikir.
“Apa yang
tidak kau mengerti?”
“Alasan aku
harus pergi menonton konsermu.”
Jangan mengucapkannya seperti sedang mencari
motif pembunuhan, dong!
“Tentu saja
karena kita teman.”
Mendengar
jawaban Haruka itu, Yakumo membelalakkan matanya.
“Teman?
Siapa?”
“Kau dan aku,
Yakumo... atau aku salah?” Mendengar cara bicara Yakumo, Haruka merasa tidak
tenang.
Memangnya Yakumo pikir aku ini apa? Jangan
bilang dia hanya menganggapku sebagai pembuat masalah! Memang sih aku sudah
membawa banyak masalah. Tapi, ada banyak hal selain itu, kan? Aku juga membantu penyidikan..
Haa... Sudahlah, aku tak peduli lagi!
Haruka
menundukkan kepala di depan meja, tetapi kemudian mendongak dengan kesal kepada
Yakumo yang masih berpikir keras.
“Padahal
selama ini aku menganggap kita berteman...”
Haruka tak
bermaksud untuk mengucapkan kata-kata itu, tetapi tanpa sadar ia telah
keceplosan. Air matanya pun sudah hampir menetes.
“Kau dan aku
berteman, ya... Sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku.”
Yakumo sedikit
menurunkan pandangannya, jari tangannya menggaruk pipi dengan malu-malu.
Oh, ya. Yakumo pernah bilang, di dunia ini
hanya ada dua jenis manusia. Manusia yang takut terhadap dirinya dan manusia
yang ingin memanfaatkannya.
Sejak kecil
Yakumo diperlakukan dengan tidak baik karena matanya yang unik itu. Trauma itu
membuatnya membangun tembok pemisah
dengan orang lain. Kemudian, yang semakin memperparah situasinya adalah kasus
yang menimpa ibunya.
Sewaktu kecil,
Yakumo hampir dibunuh oleh ibunya sendiri. Meskipun Inspektur Gotou yang
kebetulan lewat di tempat kejadian menyelamatkannya, Yakumo terlanjur
mendapatkan luka fatal di hatinya.
Haruka mengira
dalam setahun ini ia sudah cukup dekat dengan Yakumo. Namun, sepertinya hanya
ia yang berpikiran seperti itu.
“Ya, sudah.
Aku pulang, ya.” Haruka berusaha tersenyum, lalu bangkit berdiri.
“Kapan
acaranya?” Yakumo menggaruk ujung hidungnya.
“Eh?”
“Kau tidak
dengar? Aku tanya kapan konsernya diadakan.”
Ekspresi
tegang Haruka spontan mengendur.
“Hari Sabtu
minggu depan.”
Saking
semangatnya, badan Haruka sampai condong ke depan ketika mengucapkannya.
“Tempatnya?”
“Aula kampus.”
“Kalau saat
itu aku sedang amat sangat luang sekali sampai rasanya bosan setengah mati dan
kebetulan berada di dekat situ, mungkin aku akan datang.”
Cara bicaranya berputar-putar sekali.
Benar-benar tidak bisa jujur. Tapi, aku senang sih. Yakumo yang tidak bisa
diajak bekerja sama itu mau menerima undanganku.
“Oke.
Datanglah kalau kau amat sangat luang sekali sampai rasanya bosan setengah
mati. Tiketnya akan kuberikan nanti.”
Meskipun hanya sedikit, aku merasa lebih
dekat dengan Yakumo.
“Menjijikkan.
Cepat hentikan cengiran di wajahmu itu!” Yakumo bergidik seperti melihat benda
kotor.
Orang ini... Benar-benar tidak bisa jujur,
ya!
-oOo-
PENGENALAN TOKOH :
Yakumo Saitou
PENGENALAN TOKOH :
Yakumo Saitou
Mahasiswa
yang memiliki kemampuan melihat roh orang yang sudah meninggal dunia.
Haruka Ozawa
Mahasiswi
yang berkuliah di universitas yang sama dengan Yakumo. Menyukai Yakumo.
URL POST :