PSYCHIC DETECTIVE YAKUMO: Connected Feelings #2
Diposting oleh :
Unknown | Dirilis :
23.46 | Series :
Novel Misteri
Makoto Hijikata menjejakkan kakinya di
jalanan menanjak. Jalan yang sempit dan berliku. Dahan-dahan kering yang lebat
menyeruak dari kedua sisi jalan.
Angin terus menerpanya...
Walaupun mengenakan down jacket serta sarung tangan, telinganya yang tanpa perlindungan
terasa sakit bukan main.
Makoto berhenti dan memutar badannya.
Perumahan dan pusat perbelanjaan tampak kecil bagai miniatur. Ia lalu
mengeluarkan penghangat dari dalam saku dan mengenakannya di pipi dan telinga.
Setelah merasa cukup hangat, ia kembali melanjutkan perjalanannya.
Sebentar lagi, ia akan tiba di tujuannya.
Tujuan Makoto adalah rumah yang menjadi
tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan lima belas tahun lalu. Atasannya
mengirim pesan yang memintanya untuk mengambil gambar tempat kejadian.
Kalau
bisa, saya juga ingin menulis artikelnya. Ia mencoba mengirimkan pesan seperti itu, tetapi tak ada balasan.
Sampai setengah tahun lalu, Makoto masih
berdiri di TKP sebagai jurnalis kriminal. Namun, itu berkat ayahnya yang
seorang kepala polisi, bukan karena kemampuannya sendiri.
Buktinya, bersamaan dengan pengunduran diri
ayahnya dari kepolisian, ia tak lagi ditugaskan di bagian peliputan dan dipindahkan
ke bagian perencanaan.
Biasanya Makoto ditugaskan mengumpulkan
informasi untuk artikel tak darurat yang entah akan digunakan atau tidak, dan
diminta untuk mengerjakan tugas-tugas remeh seperti yang dilakukannya kali ini.
Makoto telah berjalan di jalan yang berbeda
dari yang diharapkannya. Namun, itu bukan alasan untuk membusuk dan tak serius
dalam melakukan pekerjaannya. Seandainya, menjadi tak serius begitu, justru di
saat itulah ia hanya akan menjadi putri dari mantan kepala polisi.
Saat Makoto tenggelam dalam pikirannya,
jalan menanjak telah memperlihatkan akhirnya. Ia dapat melihat rumah berdinding
batu bata dengan gerbang berterali besi hitam. Jauh lebih besar dari yang
dibayangkannya.
Makoto mengira takkan ada tempat untuk
parkir sehingga ia datang dengan berjalan kaki. Tahu begitu, seharusnya ia
datang dengan mobil.
Bangunan rumah meniru bentuk bangunan gereja
bergaya Tudor Renaissance di abad
pertengahan Inggris. Atapnya meruncing dengan pilar-pilar berbahan kayu yang
terlihat dari luar.
Rumah tersebut dibangun agar kuat menahan
salju karena berada di wilayah yang curah saljunya tinggi. Dindingnya dibuat
dua lapis untuk mempertahankan kehangatan. Namun, tiap lapisan dindingnya tipis
sehingga kekokohan dan ketahanan terhadap suaranya lemah.
Karena
itu, suara jeritan terdengar hingga ke luar rumah...
Makoto mengeluarkan kamera digital dari
dalam tasnya dan mulai menekan tombol shutter berkali-kali sambil mengganti sudut
pandang serta mengatur zoom. Ia lalu meriksa foto-foto yang diambilnya.
Rumah yang menyerupai gereja itu dikelilingi
halaman yang luas. Di sudut taman berdiri sebatang pohon momiji (Mapel).
Bagaikan pemandangan di film-film.
Benarkah
lima belas tahun lalu terjadi kasus pembunuhan di tempat ini...? Makoto tak ingin mempercayainya.
Awalnya, dimulai dari laporan tetangga mereka, Nona A. Tanggal 10
Februari lima belas tahun lalu, pukul 00:07 pagi, Nona A memberi laporan kepada
polisi bahwa ia mendengar jeritan dari rumah sebelah.
Pada saat itu, ada lima orang yang tinggal
di rumah tersebut. Mereka adalah Kanji Nanase beserta istrinya; putra
sulungnya, Katsuaki, dan istrinya; serta putri Katsuaki, Miyuki. Keluarga
Nanase secara turun-temurun adalah tuan tanah di daerah itu dan Kanji adalah
orang terkenal yang bahkan menjadi direktur sebuah SMP swasta. Orang-orang
bahkan bergosip bahwa mungkin tak lama lagi ia akan masuk ke dunia politik.
Orang pertama yang tiba di TKP adalah
Inspektur Miyagawa yang saat itu sedang dalam perjalanan pulang. Ia bertemu dengan
Nona A dan mendengarkan penjelasannya. Tanpa menunggu pasukan bantuan tiba,
Miyagawa, yang memutuskan bahwa ini adalah kondisi darurat, pergi ke depan
kediaman Nanase dan mencoba memanggil orang di dalam rumah. Namun, tak ada
jawaban.
Karena pintu depan dalam keadaan terbuka,
Miyagawa pun masuk ke rumah tersebut.
Di ruang keluarga yang berada di ujung
koridor, Miyagawa menemukan beberapa mayat laki-laki dan perempuan yang telah
ditusuk berkali-kali. Itu adalah mayat Kanji Nanase dan istrinya, serta anaknya,
Katsuaki, dan istrinya. Ketika hendak keluar untuk memanggil bantuan, Miyagawa
menemukan putri Katsuaki, Miyuki, masih hidup. Ia hendak mengamankannya, tetapi
seseorang memukul kepalanya hingga ia jatuh pingsan.
Pasukan bantuan menemukan Miyagawa yang
tumbang di koridor dan membawanya ke rumah sakit. Syukurlah, nyawanya tak
terancam. Namun, sosok Miyuki sudah menghilang saat pasukan datang. Mereka
berasumsi bahwa Miyuki diculik oleh pelaku. Tim investigasi segera dibentuk dan
penyidikan dilakukan dengan asumsi pembunuhan dilakukan atas dasar motif
perampokan atau dendam. Mereka berharap kasus dapat segera terpecahkan karena
Miyagawa melihat pelaku. Namun, pukulan di kepala menyebabkan Miyagawa
kehilangan seluruh ingatan mengenai kasus tersebut.
Makoto melewati gerbang dan berjalan di block paving menuju depan rumah. Halaman
yang mungkin sebelumnya selalu terawat kini ditumbuhi rumput-rumput liar hinga
setinggi lutut.
Setelah kejadian itu, tak ada orang yang mau
membeli rumah ini. Tak hanya itu, sang pelapor, Nona A, yang tinggal di sebelah
rumah juga pindah karena beredar rumor bahwa terdengar suara jeritan setiap
tanggal peristiwa itu terjadi.
Polisi yang gigih melakukan penyidikan
mempersempit kemungkinan tersangka dengan motif dendam karena ternyata tak ada
benda yang dicuri. Banyak orang yang tak menyukai Kanji Nanase dan terdapat
beberapa nama yang muncul di awal penyidikan.
Tak lama kemudian, ditemukan bukti yang
nyata.
Sidik jari yang ditemukan di TKP cocok
dengan salah satu tersangka, Shunsunke Takeda, yang pada saat itu berusia tiga
puluh tahun. Sidik jari itu juga bercampur dengan darah korban, jadi Takeda
jelas-jelas berada di TKP setelah pembunuhan itu terjadi.
Sejak tahap penyidikan, Takeda tak
menunjukkan niat untuk bekerja sama. Ia tak memiliki alibi yang jelas dan
polisi mendapat kesaksian bahwa Takeda mengunjungi rumah korban pada hari
peristiwa itu terjadi.
Kepolisian akhirnya menetapkan Shunsunke
Takeda sebagai pelaku. Mereka mendapatkan surat perintah penangkapan dan
mengunjungi apartemen tempat Takeda tinggal. Namun, Takeda sudah tak ada di
sana. Pisau bernoda darah korban di temukan di kamarnya sehingga polisi
menyatakan Takeda sebagai buronan nasional. Akan tetapi, penyidikan mereka
berakhir sia-sia. Jangankan menangkap Takeda, keberadaan Miyuki pun tak
diketahui hingga saat ini.
Makoto yang telah sampai di depan pintu
rumah, lagi-lagi menekan tombol shutter.
Dinding yang dulu berwarna putih telah
berubah menjadi kuning dan di banyak bagian telah menghitam dan mengelupas. Seandainya
turun hujan yang disertai halilintar, persis sudah seperti di film horor.
Kiits.
Terdengar bunyi logam bergesek. Setelah
diperhatikan, ternyata pintu depan sedikit terbuka. Padahal setahu Makoto, ia
takkan bisa masuk karena pintunya terkunci.
Makoto mencoba mengintip ke dalam melalui
celah pintu, tetapi tak bisa melihat apa-apa karena gelap. Ia mengeluarkan
saputangan, meletakkannya di kenop pintu, dan memutarnya perlahan. Cahaya dari
luar menyeruak masuk sehingga ia dapat melihat tangga menuju lantai dua serta
koridor yang diselimuti debu. Begitu menajamkan pandangannya, ia melihat ada
jejak kaki manusia yang berjalan menyusuri koridor.
“Apa ada orang di dalam?”
Bersamaan dengan Makoto yang mengeraskan
suaranya, terdengar bunyi sesuatu yang terguling.
“Kyaa!”
Terkejut, Makoto spontan terlonjak ke
belakang.
Ada
seseorang di dalam!
Makoto memantapkan hatinya dan masuk melalui
pintu depan. Ujung kakinya menyentuh sesuatu. Begitu menunduk, ia melihat
sebuah kamera handycam yang jatuh
tergeletak di lantai.
Kenapa
ada kamera di tempat seperti ini?
Saat Makoto mencondongkan tubuh untuk
memungutnya, seseorang melintas di belakangnya.
Ia merinding.
Mesti ketakutan, Makoto pelan-pelan
mengangkat wajah dan menatap ke depan. Sesuatu yang hitam tampak di ujung
koridor.
Apa
itu?
Ketika Makoto tengah berpikir begitu,
sesuatu itu terguling ke samping.
Manusia. Seorang perempuan terlihat sangat
lemah dan wajahnya pucat. Perempuan itu bertemu pandang dengan Makoto. Bibirnya
yang membiru dan pecah-pecah bergerak perlahan.
“To...lo...ng...”
-oOo-
PENGENALAN TOKOH :
Makoto Hijikata
Jurnalis surat kabar. Ayahnya adalah kepala polisi.
URL POST :